Hiu paus

Dr. Brad Norman presentasi di Kampus Biologi UI

13.10.10

Kamis (071010) lalu, Kampus UI, tepatnya di Departemen Biologi, kedatangan seorang ahli hiu paus (whale shark)  dari Australia, Dr. Brad Norman.  Dr. Brad adalah CEO sebuah organisasi non-provit bernama ECOCEAN yang fokus pada penelitian dan konservasi hiu paus.  Dr. Brad juga merupakan explorer National Geographic.  Kedatangan Dr. Brad ke Indonesia selain untuk penelitian, juga untuk mengkampanyekan konservasi terhadap hiu paus di Indonesia, karena perairan Indonesia termasuk jalur migrasi hiu paus. 

Hiu paus yang dalam bahasa latinnya Rhincodon typus merupakan ikan terbesar di dunia.  Panjangnya dapat mencapai 18 m.  Hiu paus tidak lah berbahaya, sehingga kita bisa berenang didekatnya.  Mereka adalah filter feeder, meskipun memiliki mulut yang besar, namun makanan utamanya adalah plankton.  Hiu paus dapat ditemukan diperairan hangat atau tropis. Berdasarkan Environment Protection and Biodiversity Act tahun 1999, status hiu paus adalah ‘threatened’ , sementara menurut IUCN (World Conservation Union) Red List of Threatened Species, statusnya adalah 'vulnerable to extinction’.

Pada kuliah umumnya, Dr. Brad menjelaskan bahwa banyak yang belum diketahui tentang hiu paus, dari mana dia berasal ataupun pola migrasinya.  Sehingga perlu untuk terus mempelajari ekologi dan perilaku hiu paus.  Lebih dari 15 tahun Dr. Brad meneliti hiu paus.  Sampai dia dan rekan2nya di ECOCEAN berhasil menemukan metode revolusioner untuk mengidentifikasi hiu paus, yaitu dengan memodifikasi algoritma yang biasa digunakan NASA untuk mengenali pola bintang untuk diaplikasikan ke pola spot yang terdapat pada kulit hiu paus.  “Every whale shark has a unique pattern of spots on its skin. Like a fingerprint”, kata Dr. Brad.  “A photograph can document the  pattern, acting like visual tags that allows scientist to record, recognize, and track each individual”, lanjutnya.  Dr. Brad mengumpulkan foto-foto hiu paus dari seluruh dunia dan mengidentifikasi tiap individu.  Database tersebut dapat digunakan untuk memonitor keberadaan hiu paus, dan diharapkan dapat berguna untuk membuat kebijakan dalam melindungi hewan tersebut dimasa depan.  

Dikatakan lebih lanjut oleh Dr. Brad bahwa siapapun (tidak harus seorang scientist) dapat berkontribusi secara langsung untuk melindungi hiu paus yang keberadaannya langka ini.  Dengan mengambil image/foto hiu paus yang kita temui (dan tidak harus fotografer profesional), mencatat informasi lokasi (bisa dengan GPS) dan waktu ditemukannya hewan tersebut,  kemudian mengirimnya ke the ECOCEAN Whale Shark Photo-identification Library di http://www.whaleshark.org/submit.jsp untuk diidentifikasi. 

Bagian spesifik yang difoto adalah spot yang berada di atas pectoral fin bagian kiri atau kanan. Hal itu karena spot pada bagian tersebut tidak terlalu rapat dibandingkan bagian tubuh lainnya.  Selain itu bekas luka juga dapat digunakan sebagai penanda identifikasi yang membedakan individu satu dengan individu lain.  Tapi jangan lupa, jarak untuk mengambil foto minimal 3 m.  Karena menyentuh atau menghalangi pergerakan hiu paus dikhawatirkan memberi berpengaruh buruk pada perilaku mereka.   
Hiu paus adalah hewan yang selalu bermigrasi.  Kemungkinan mereka bermigrasi dari utara ke selatan atau sebaliknya untuk menghindari dingin, mencari tempat yang hangat untuk membesarkan anak-anak mereka.  Perairan Indonesia termasuk jalur migrasi hiu paus ini.  Setiap tahun pada bulan-bulan tertentu, kita dapat melihatnya berenang dipermukaan (ikan ini termasuk deep diver).  Dr. Brad berpendapat, hiu paus yang terdapat di Ningaloo reef, Australia -tempat ia meneliti hewan tersebut-  bermigrasi ke daerah utara melewati perairan Indonesia.  Namun hal tersebut masih harus diteliti lebih lanjut.

Salah satu peneliti ECOCEAN Darcy Bradley yang melakukan pengamatan hiu paus di Probolinggo mengatakan, Indonesia termasuk satu dari sekitar 10 negara di dunia yang setiap tahun dijadikan persinggahan hiu paus.  Namun yang menarik adalah, periode kemunculan hiu paus di perairan kita setiap tahun tetap, sementara di tempat lain periodenya tidak tentu.  Sayangnya di Indonesia masih sedikit ikan hiu paus yang sudah diidentifikasi.  Beberapa pantai yang kerap disinggahi hewan itu, antara lain adalah Papua Barat, Sulawesi Utara, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Flores, Lombok Timur, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, Kepulauan Karimunjawa, Ciamis, Kepulauan Riau, Aceh, dan Teluk Cendrawasih.  

Mendengar kuliah singkat Dr. Brad, terbesit uneg2 di otak saya.  Ternyata walaupun sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki diversitas hewan laut yang tinggi, tapi begitu sedikit informasi mengenai hewan laut yang kita ketahui.  Masih banyak yang bisa dieksplor dari laut kita ini.  Semoga dengan bertambahnya sedikit informasi mengenai hiu paus ini dapat mengispirasi kita semua untuk terus menyelami dalamnya lautan Indonesia ☺ Go Laut Biru..


Created by Astrid Kusumaningtyas
 
Sumber tambahan:
http://www.whaleshark.org/
http://www.goblue.or.id/hiu-paus-menyambangi-probolinggo-tiap-tahun
http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=64659


No comments: