Climate change causing ‘dead zone’ to form

Terumbu karang perairan Karimun Jawa

Jakarta, 22 maret 2011


Kata Climate change atau perubahan iklim pasti sudah sangat familiar di telinga kita, terutama karena dampaknya mulai terasa nyata bagi manusia. 
Sebenarnya apa sih  perubahan iklim? 
dan apa hubungannya dengan dead zone?


Pada dasarnya, iklim di bumi senantiasa berubah.  Namun perubahan iklim yang terjadi saat ini tidaklah alami melainkan diinduksi oleh kegiatan manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil dan industri. Kegiatan semacam itu menghasilkan emisi gas rumah kaca, yang secara tidak langsung berdampak pada fluktuasi iklim yang ekstrim. 

Emisi gas rumah kaca seperti CO2, menyebabkan energi inframerah dan panas matahari yang diterima bumi tidak dapat dipantulkan kembali keluar bumi.  Energi panas tersebut terperangkap di atmosfer, dan membuat bumi semakin panas (efek rumah kaca).  Pemanasan global tersebutlah yang berakibat pada perubahan iklim.  Perubahan iklim mengakibatkan terganggunya ekosistem dan dapat mengubah habitat lebih cepat daripada kemampuan biota penghuninya beradaptasi terhadap perubahan tersebut.  

Kita telah mengubah cara laut bekerja.  Baru-baru ini Professor Ove Hoegh-Guldberg dan Professor Mark McCormick dari ARC Centre of Excellence for Coral Reef Studies, merilis artikel ilmiah mengenai makin meluasnya area dead zone di lautan, dampak dari perubahan iklim.  Dead zone merupakan area dimana kandungan oksigennya sangat sedikit hingga ikan dan biota laut lainnya tidak dapat bertahan. 

Menurut Prof. Hoegh-Guldberg, air laut yang menghangat (akibat pemanasan global) cenderung membentuk lapisan, yang seperti genangan kolam, miskin akan oksigen.  Hal yang sama dinyatakan oleh Peter Brewer and Edward Peltzer dari The Monterey Bay Aquarium Research Institute, “ocean surface waters are warming and becoming more stable, which allows less oxygen to be carried from the surface down into the depths”. 

Perubahan kekuatan angin dan arus laut akibat pengaruh perubahan iklim, membatasi percampuran antara air laut di permukaan dengan air laut dalam.  Hal itu mengakibatkan perubahan distribusi nutrien, yang kemudian menyebabkan terbentuknya zona anoxic (tidak ada oksigen).

Dalam jurnal penelitiannya, Andrew Brierley dan Michael Kingsford mengungkapkan ketersediaan oksigen di laut telah menurun sejak tahun 1950 seiring menghangatnya lautan, dan akan terus menurun sekitar 6% seiring kenaikan suhu per 1° C.  Pemanasan yang terus berlangsung disertai meningkatnya karbondioksida akan memperluas area dead zone.  Pada periode tahun 2000 - 2008, total terdapat 405 dead zone di laut seluruh dunia, meliputi area sekitar 245.000 km persegi.  Jumlah tersebut meningkat dari 300 pada tahun 1990an dan 120 pada tahun 1980an.

Dampak meluasnya dead zone
Laut berperan dalam siklus karbon.  Karbondioksida yang dihasilkan oleh manusia melalui pembakaran bahan bakar fosil, sepertiganya diserap oleh laut. 
Melalui fotosintesis, fitoplankton memfiksasi (mengikat) CO2 dari atmosfer dan menghasilkan oksigen.  Dalam prosesnya, fitoplankton membutuhkan nutrien berupa fosfat, silikat, nitrat, besi, dan sebagainya.  Terhalangnya percampuran air laut akibat dampak dari perubahan iklim, mempengaruhi distribusi nutrien di laut, sehingga fitoplankton akan sulit memenuhi kebutuhan nutriennya.  Menurunnya asupan nutrien bagi fitoplankton menyebabkan ukuran sel fitoplankton mengecilnya, sehingga penyerapan CO2 menjadi lebih lambat dan produksi oksigen pun menurun. 

Meningkatnya CO2 dan suhu memang dapat mempercepat pertumbuhan fitoplankton.  Namun pada saat yang sama, menyebabkan perubahan respon fisiologi yang membuat sel lebih rentan terhadap kerusakan akibat sinar UV.

Hilangnya kandungan oksigen di lautan juga menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan stress bagi beberapa biota laut, terutama larva dan juvenile ikan.  Larva dan juvenile rentan terhadap perubahan lingkungan di sekitarnya Kandungan oksigen yang rendah menyebabkan ukuran ovarium ikan mengecil dan produksi telurnya menurun, sehingga ukuran larva pun menjadi kecil dan sulit bertahan hidup. 

Meluasnya dead zone ini akan mempengaruhi daerah paling produktif di laut.  Konsekuensinya tidak hanya mempengaruhi ekologi, tapi juga perekonomian. 
Menurunnya populasi fitoplankton, yang menempati tingkat pertama dalam rantai makanan, dan menurunnya kualitas fisiologis ikan dianggap sebagai faktor yang menyebabkan menurunnya stok perikanan dunia.  Jika dead zone terus meluas, diprediksi penangkapan ikan dunia akan menurun 20-30 % pada tahun 2050.
Note:
Prof. Hoegh-Guldberg and rekannya John Bruno mengkaitkan penurunan konsentrasi oksigen di laut dengan peristiwa mass extinction (pemusnahan massal).  Bahwa berdasarkan bukti palaentologi, menurunnya konsentrasi oksigen berperan menyebabkan 4 dari 5 peristiwa pemusnahan massal yang pernah terjadi di bumi.

created by Astrid Kusumaningtyas
Sources:
Ove Hoegh-Guldberg and John F. Bruno. The Impact of Climate Change on the Worlds Marine Ecosystems. Science vol 328: June 2010.
Andrew R. Brierley and Michael J. Kingsford. Impact of Climate Change on Marine Organisms and Ecosystems. Current Biology vol 19, R602-R614: Juli 2009.

Peter Brewer and Edward Peltzer. Limits to marine life. Science 2009 Vol 324, Issue 5925. April 2009.
http://www.coralcoe.org.au/news_stories/fishchoke.html

1 comment:

cakil said...

Isu mengenai global warming yang banyak dibicarakan, berdampak besar pada terumbu karang. Peningkatan suhu permukaan laut telah menyebabkan pemutihan karang (bleaching) yang lebih parah dan lebih sering. Peristiwa-peristiwa alam seperti El Nino dan Tsunami juga menyebabkan kerusakan yang serius terhadap kelangsungan hidup terumbu karang. Di dasar laut, terumbu karang akan menjadi biota yang paling terancam dampak perubahan iklim karena sifatnya yang sensitif terhadap kenaikan suhu. Perbedaan suhu, betapa pun kecilnya, misalnya satu hingga dua derajat Celsius, dalam beberapa pekan saja akan membuat terumbu karang mati. Badai El Nino yang terjadi lebih dari satu dekade silam, misalnya, membuat hampir separuh gugusan terumbu karang Indonesia rusak. Padahal terumbu karang merupakan rumah tempat ikan mencari makan.


Jakarta, 07 October 2011

"Terumbu Karang dan Perubahan Iklim"
"Karbon Biru"